Jumat, 18 Juni 2010

PANCASILA (4)

PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat merupakan suatu nilai yang merupakan sumber dari segala penjabaran norma, baik norma hukum, norma moral maupun norma kenegaraan lainnya. Dalam Filsafat Pancasila terkandung suatu pemikiran-pemikiran yang bersifat kritis, mendasar, rasional, sistematis dan komperhensif yang merupakan suatu nilai.
Sebagai suatu nilai, Pancasila memberikan dasar-dasar yang bersifat fundamental dan universal bagi manusia dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai tersebut kemudian dijabarkan dalam suatu norma-norma yang jelas sehingga merupakan suatu pedoman. Norma-norma tersebut meliputi :
1. Norma Moral, yaitu yang berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat diukur dari sudut baik maupun buruk. Sopan ataupun tidak sopan, susila ataupun tidak susila.
2. Norma Hukum, yaitu suatu sistem peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Maka Pancasila berkedudukan sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia. Nilai-nilai Pancasila sebenarnya berasal dari bangsa Indonesia sendiri (perkataan bangsa Indonesia sebagai asal mula materi (kausa materialis) nilai-nilai Pancasila).
Jadi sila-sila Pancsaila pada hakikatnya merupakan suatu sistem nilai-nilai etika yang merupakan sumber norma moral maupun norma hukum, yang harus dijabarkan lebih lanjut dalam norma-norma etika, moral maupun norma hukum dalam kehidupan kenegaraan maupun kebangsaan.
Pengertian Etika
Etika termasuk kelompok filsafat praktis dan dibagi menjadi etika umum dan etika khusus.
Etika Umum:
Adalah etika yang mempertanyakan prinsip-prinsipyang berlaku bagi setiap tindakan manusia.
Etika Khusus:
Membahas prinsip prinsip etika yang berlaku dalam hubungan berbagai aspek kehidupan manusia
Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu atau bagaimana kita harus menggambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan pelbagai ajaran moral.
Sebagai bahasan khusus, etika membicarakan sifat-sifat yang menyebabkan orang dapat di sebut susila atau bijak. Kualitas-kualitas ini di namakan kebajikan yang di lawankan dengan kejahatan yang berarti sifat-sifat yang menunjukan bahwa orang yang tidak memilikinya adalah orang yang tidak susila.
PENGERTIAN NILAI NORMA DAN MORAL
Pengertian Nilai
Dalam ilmu filasafat (filasafat nilai), nilai merupakan kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda atau objek untuk memuaskan kebutuhan manusia, dan sifat dari benda itu memberikan ketertarikan kepada suatu individu atau kelompok.
Hierarkhi Nilai
Menurut Max Sceller mengelompokkan nilai dalam empat tingkatan
1. Nilai-nilai kenikmatan :
Merupakan deret nilai yang mengindikasikan enak atau tidaknya sesuatu objek yang menyebabkan orang senang atau tidak.
2. Nilai-nilai Kehidupan :
Berupa nilai yang penting dalam kehidupan, seperti kesehatan, kesegaran jasmani dan kesejahteraan umum.
3. Nilai-nilai Kejiwaan :
Nilai ini bersangkutpautan dengan nilai-nikai keindahan, kebenaran dan pengetahuan murni.
4. Nilai Kerohanian :
Dalam tingkatan ini terdapat nilai modalitas dari yang suci dan tidak suci.
Menurut W. G. Everet hieraki Nilai di golongkan dalam 8 point nilai manusiawi
1. Nila-nilai ekonomis (Harga pasar dan semua object yang bisa di beli)
2. Nilai-nilai kejasmanian (Kesehatan, Efisiensi dan keindahan kehidupan badan)
3. Nilai-nilai hIburan (permainan dan waktu senggang yang dapat menyumbangkan pada pengayaan kehidupan
4. Nilai-nilai Sosial (Kebutuhan berupa keutuhan kepribadian dan sosial yang diinginkan)
5. Nilai-nilai watak (Keseluruhan dari keutuhan kepribadian dan sosial yang di inginkan)
6. Nilai-nilai estetis (kebutuhan dalam keindahan alam dan karya seni)
7. Nilai-nilai inelektual (nilai nilai pengetahuan dan pengajaran kebenaran)
8. Nilai-nilai keagamaan

Menurut Notonagoro Heirarkhi di bagi dalam 3 macam
1. Nilai material
Yaitu segala sesuatu yahg berguna bagi kehidupan jasmani manusia (kebutuhan m,aterial ragawi manusia)
2. Nilai vital
Yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk melakukan kegiatan atau aktivitas
3. Nilai kerohhanian
Yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia

Dari uraian mengenai macam-macam nilai diatas, dapat dikemukakan pula bahwa yang mengandung nilai itu bukan hanya sesuatu yang berwujud material saja, akan tetapi juga sesuatu yang berwujud non-material.

Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praktis

Dengan kaitannya dengan derivasi atau penjabarannya maka nilai-nilai dapat dikelompokan dalam tiga macam, yaitu:
a) Nilai Dasar
Menyangkut hakikat kenyataan objektif segala sesuatu misalnya hakikat Tuhan, manusia atau segala sesuatu lainnya. Jika nilai dasar itu berkaitan dengan hakikat Tuhan, maka nilai tersebut bersifat mutlak, sehingga segala sesuatu diciptakan (berasal) dari Tuhan. Jika nilai dasar itu berkaitan dengan hakikat manusia, maka nilai-nilai tersebut bersumber pada hakikat kodrat manusia, sehingga nilai-nilai dasar kemanusiaan itu dijabarkan dalam norma hukum maka diistilahkan sebagai hak dasar (hak asasi). Demikian juga hakikat nilai dasar itu dapat juga berlandaskan pada hakikat sesuatu benda, kuantitas, kualitas, aksi, relasi, ruang maupun waktu.

b) Nilai Instrumental
ndakdengan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari maka hal iti merupakan suatu norma moral. Namun jika nilai instrumental itu berkaitan dengan suatu organisasi ataupun Negara, maka nilai-nilai instrumental itu merupakan suatu arahan, kebijakan atau strategi yang bersumber pada nilai dasar. Sehingga dapat dikatakan bahwa nilai instrumental itu merupakan suatu eksplisitasi dari nilai dasar.

c) Nilai Praktis
Merupakan perwujudan dari nilai instrumental. Oleh karena nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praktis itu merupakan suatu system perwujudannya tidak boleh menyimpang dari system tersebut.


3. Hubungan Nilai, Norma dan Moral
Dalam kehidupan manusia, nilai dijadikan landasan, alasan, atau motivasi dalam bersikap dan bertingkah laku baik disadari maupun tidak.
Nilai tidak bersifat kongkrit yaitu tidak dapat ditangkap dengan indra manusia, dan nilai dapat bersifat subjektif maupun objektif. Bersifat subjektif bila nilai tersebut diberikan oleh subjek (dalam nilai ini manusuia sebagai pendukung pokok nilai) dan bersifat objektif jika nilai tersebut telah melekat pada sesuatu terlepas dari penilaian manusia.
Moral adalah suatu ajaran-ajaran, patokan-patokan, kumpulan peraturan, baik lisan maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik.
Etika adalah suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral tersebut (Krammer, 1988 dalam Darmodihardjo, 1996). Atau juga dikemukakan oleh De Vos (1987), bahwa etika dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang kesusilaan. Etika pada hakikatnya adalah sebagai ilmu pengetahuan yang membahas tentanng prinsip-prinsip moralitas.

1. Pengertian Politik
Etika politik termasuk lingkup etika social, yang secara harfiah berkaitan dengan bidang kehidupan politik.
Politik, yang memiliki makna bermacam-macam kegiatan dalam suatu system politik atau ‘negara’, yang menyangkut proses penentuan tujuan-tujuan dari system itu dan diikuti dengan pelaksanaan tujuan-tujuan itu. Untuk melaksanakan tujuan-tujuan itu perlu ditentukan kebijaksanaan-kebijaksanaan umum, yang menyangkut pengaturan dan pembagian dari sumber-sumber yang ada. Untuk melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan itu, diperlukan suatu kekuasaan dan kewenangan, yang akan dipakai baik untuk membina kerja sama maupun untuk menyelesaikan konflik yang mungkin timbul dalam proses ini. Cara-cara yang dipakai dapat bersifat persuasi, dan jika perlu dilakukan suatu pemaksaan . tanpa adanya paksaan kebijaksanaan ini hanya merupakan perumusan keinginan belaka (statement of intent) yanh tidak akan pernah pernah terwujud.
Politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat (public goals), dan bukan tujuan pribadi sesaeorang. Politik menyangkut kegiatan berbagai kelompok termasuk partai politik, lembaga masyarakat maupun perseorangan.
Berdasarkan pengertian-pengeretian pokok tentang politik maka seccara operasional bidang politik menyangkut konsep-konsep pokok yang berkaitan dengan Negara (state), kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decision making), kebijaksanaan (policy), pembagian (distribution), serta alokasi (allocation) (Budiardjo, 1981 : 8,9).
Maka, dalam hubungannya dengan etika politik, pengertian politik tersebut harus dipahami dalam pengertian yang lebih luas yaitu menyangkut seluruh unsur yang membentuk suatu persekutuan hidup yanag disebut mmasyarakat Negara.

2. Dimensi Politis Manusia

a. Manusia sebagai Makhluk Individu-Sosial

Paham individualism yang merupakan cikal bakal paham liberalism, memandang manusia sebagai makhluk individu yang bebas. Segala hak dan kewajiban dalam kehidupan bersama senantiasa diukur berdasarkan kepentingan dan tujuan berdasarkan paradigma sifat kodrat manusia sebagai individu.
Manusia memang merupakan makhluk yang bebas, namun untuk menjamin kebebasannya ia senantiasa memerlukan orang lain atau masyarakat. Oleh karena itu manusia tidak mungkin bersifat bebas jika ia hanya bersifat totalitas individu atau social saja. Ia harus mengambil sikap terhadap alam dan masyarakat sekelilingnya, manusia adalah bebas sejauh ia sendiri mampu mengembangkan pikirannya dengan hubungan dalam hubungan dengan tujuan-tujuan dan sarana-sarana kehidupannya dan sejauh ia dapat mencoba untuk bertindak sesuai dengannya.
Manusia sebagai makhluk yang berbudaya, kebebasan sebagai individu dan segala aktivitas dan kreativitas dalam hidupnya senantiasa tergantung kepada orang lain, hal ini dikarenakan manusia sebagai warga masyarakat atau makhluk social. Kesosialannya tidak hanya merupakan tambahan dari luar terhadap individualitasnya, melainkan secara kodrati manusia ditakdirkan oleh Tuhan Yang Maha Esa, senantiasa tergantung kepada orang lain. Hal inilah yang menentukan segala sifat dan kepribadiannya, sehingga individualitas dan sosialitasnya bersifat korelatif. Melalui bahasa manusia mampu berpartisipasi dalam system-sistem simbolik, seperti agama, pandangan dunia, ideology yang dibangun oleh manusia untuk mencapai tingkat martabat kehidupan yang lebih tinggi.
Secara moralitas Negara bukanlah hanya demi tujuan kepentingan individu-individu belaka, dan juga bukan demi tujuan kolektifitas saja melainkan tujuan bersama baik meliputi kepentingan dan kesejahteraan individu maupun masyarakat secara bersama. Dasar ini merupakan basis moralitas bagi pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara, kebijaksanaan serta arah dari tujuan Negara Indonesia harus dapat dikembalikan secara moral kepada dasar-dasar tersebut.

b. Dimensi Pollitis Kehidupan Manusia
Dalam kehidupan alamiah manusia, jaminan atas kebebasan manusia baik sebagai individu maupun makhluk social sulit untuk dapat dilaksanakan, karena terjadinya perbenturan kepentingan diantara mereka sehingga terdapat suatu kemungkinan terjadinya suatu anarkhisme dalam masyarakat. Dalam hubungan ini lah manusia memerlukan suatu masyarakat hukum yang mampu menjamin hak-haknya, dan masyarakat itulah yang disebut Negara. Oleh karena itu berdasarkan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk social, dimensi politis mencakup lingkaran kelembagaan hukum dan Negara, sistem-sistem nilai serta ideology yang memberikan legitimasi kepadanya.
Dalam hubungan dengan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk social, dimensi poloitis manusia senantiasa berkaitan dengan kehidupan Negara dan hukum, sehingga berkaitan dengan kehidupan masyarakat secara keseluruhan. Maka pendekatan etika politik berkaitan dengan sikap-sikap moral dalam hubungannya dengan kehidupan masyarakat.
Dimensi politis manusia ini memiliki dua segi fundamental, yaitu pengertian dan sikap untuk bertindak, sehingga dua segi fundamental itu dapat diamati dalam setiap aspek kehidupan manusia. Dua aspek ini yang senantiasa berhadapan dengan tindaakan moral manusia. Manusia mengerti dan memahami akan suatu kejadian dan akibat yang ditimbulkan karena tindakannya, akan tetapi hal ini dapat dihindarkan akan kesadaran moral akan tanggung jawabnya terhadap orang lain. Tetapi, karena keterbatasan pengertian atau bahkan kesadaran dan tanggung jawab terhadap masyarakat, maka tindakan pelanggaran moral akan dilakukan sehingga berakibat kepada kerugisn manusia lain. Aspek kemampuan untuk melakukan atau tidak melakukan secara moral sangat tergantung kepada akal budi manusia.
Lembaga penata normative masyarakat adalah hukum. Hukum terdiri atas norma-norma bagi kelakuan yang betul dan salah bagi masyarakat. Hukum hanya bersifat normative, oleh karena itu yang secara efektif dapat menentukan kelakuan masyarakat hanyalah lembaga yang mempunyai kekuasaan untuk memaksakan kehendaknya, lembaga itu adalah Negara. Penataan efektif masyarakat adalah penataan yang berdasarkan kanyataan menentukan kelakuan masyarakat.
Dengan demikian hukum dan kekuasaan Negara merupakan aspek yang berkaitan langsung dengan etika politik. Maka etika politik berkaitan dengan objek forma etika, yaitu tinjauan berdasarkan prinsip-prinsip dasar etika, terhadap objek material politik yang meliputi legitimasi Negara, hukum, kekuasaan serta penilaian kritis terhadap legitimasi-legitimasi tersebut.

3. Nilai-nilai Pancasila sebagai Sumber Etika Politik

Sebagai dasar filsafat Negara Pancasila tidak hanya merupakan sumber derivasi peraturan perundang-undangan, melainkan juga merupakan sumber moralitas terutama dalam hubungannya dengan legitimasi kekuasaan, hukum serta kebijakan dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara. Asas sila ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’lebih berkaitan dengan legitimasi moral. Walaupun Negara Indonesia tidak mendasarkan pada legitimasi religious, namun secara moralitas kehidupan Negara harus sesuai dengan nilai-nilai yang berasal dari Tuhan terutama hukum serta moral dalam kehidupan Negara.
Sila II ‘Kemanusiaan yang Adil dan Beradab’ juga merupakan sumber nilai-nilai moralitas dalam kehidupan Negara. Maka asaa-asas kemanusiaan bersifat mutlak dalam kehidupan Negara dan hukum. Dalam kehidupan Negara kemanusiaan harus mendapatkan jaminan hukum, hal inilah yang diistilahkan dengan jaminan atas hak-hak dasar (asasi) manusia. Etika politik menuntut agar kekuasaan dalam Negara dijalankan sesuai dengan (1) asas legalitas (legitimasi hukum), yaitu dijalankan sesuai dengan hukum yang berlaku, (2) disahkan dan dijalankan secara demokratis (legitimasi demokratis), dan (3) dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip moral atau tidak bertentangan dengannya (legitimasi demokrasi). Pancasila sebagai suatu system filsafat memiliki tiga dasa tersebut
Prinsip-prinsip dasar etika politik itu dalam realisasi praktis dalam kehidupan kenegaraan senantiasa dilaksanakan secara korelatif diantara ketiganya. Etika poitik juga harus direalisasikan oleh setiap individu yang ikut terlibat secara konkrit dalam pelaksanaan pemerintahan Negara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar