Jumat, 18 Juni 2010

PANCASILA (3)

Bab III
Pancasila sebagai system filsafat

A.PENGERTIAN FILSAFAT
 Istilah ‘filsafat’ secara etimologis merupakan padanan kata falsafah (Arab) dan philosophy (Inggris) yang berasal dari bahasa Yunani (philosophia).
 Kata philosophia merupakan kata majemuk yang terususun dari kata philos atau philein yang berarti kekasih, sahabat, mencintai dan kata sophia yang berarti kebijaksanaan, hikmat, kearifan, pengetahuan.
Ada dua pengertian filsafat, yaitu:
- Filsafat dalam arti proses dan filsafat dalam arti produk.
- Filsafat sebagai ilmu atau metode dan filsafat sebagai pandangan hidup
- Filsafat dalam arti teoritis dan filsafat dalam arti praktis.

Pancasila dapat digolongkan sebagai filsafat dalam arti produk, sebagai pandangan hidup, dan dalam arti praktis.
Ini berarti Filsafat Pancasila mempunyai fungsi dan peranan sebagai pedoman dan pegangan dalam sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam kehidupan sehari-hari, dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara bagi bangsa Indonesia.

Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan sistem filsafat.
Yang dimaksud sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerjasama untuk tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh.
Sila-sila Pancasila yang merupakan sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan organis. Artinya, antara sila-sila Pancasila itu saling berkaitan, saling berhubungan bahkan saling mengkualifikasi. Pemikiran dasar yang terkandung dalam Pancasila, yaitu pemikiran tentang manusia yang berhubungan dengan Tuhan, dengan diri sendiri, dengan sesama, dengan masyarakat bangsa yang nilai-nilai itu dimiliki oleh bangsa Indonesia.

Membahas Pancasila sebagai filsafat berarti mengungkapkan konsep-konsep kebenaran Pancasila yang bukan saja ditujukan pada bangsa Indonesia, melainkan juga bagi manusia pada umumnya.
Wawasan filsafat meliputi bidang atau aspek penyelidikan ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Ketiga bidang tersebut dapat dianggap mencakup kesemestaan.
Oleh karena itu, berikut ini akan dibahas landasan Ontologis Pancasila, Epistemologis Pancasila dan Aksiologis Pancasila.
Dengan demikian Pancasila sebagai sistem filsafat memiliki ciri khas yang berbeda dengan sistem-sistem filsafat lainnya, seperti materialisme, idealisme, rasionalisme, liberalisme, komunisme dan sebagainya

Cabang-cabang filsafat yang pokok yaitu:
a. metafisika,yang membahas tentang hal-hal yang ber ekstensi di balik fisis yang meliputi bidang-bidang antologi,kosmologi,antropologi
b. epistemology,berkaitan denganpersoalan hakikat pengetahuan.
c. Metodologi,berkaitran dengan persoalan hakikat metode dalam ilmu pengetahuan.
d. Logika,berkaitan dengan persoalan filsafat berfikir,yaitu rumus-rumus dan dalil-dalil berfikir yang benar.
e. Etika,berkaitan dengan moralitas,tingkah laku manusia.
f. Estetika,berkaitan dengan persoalan hakikat keindahan.

Ciri sistem Filsafat Pancasila itu antara lain:
1. Sila-sila Pancasila merupakan satu-kesatuan sistem yang bulat dan utuh. Dengan kata lain, apabila tidak bulat dan utuh atau satu sila dengan sila lainnya terpisah-pisah maka itu bukan Pancasila.
2. Susunan Pancasila dengan suatu sistem yang bulat dan utuh itu dapat digambarkan sebagai berikut:
Sila 1, meliputi, mendasari dan menjiwai sila 2,3,4 dan 5;
Sila 2, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, dan mendasari dan menjiwai sila 3, 4 dan 5;
Sila 3, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, 2, dan mendasari dan menjiwai sila 4, 5;
Sila 4, diliputi, didasari, dijiwai sila 1,2,3, dan mendasari dan menjiwai sila 5;
Sila 5, diliputi, didasari, dijiwai sila 1,2,3,4.

B. Rumusan Kesatuan Pancasila Sebagai Suatu Sistem
Terdiri dari bagian-bagian yang kompleks. Ada ketergantungan antara bagian yang satu dengan bagian yang lain dalam sistem tersebut. Tercipta suatu hubungan dari bagian yang ada dalam sistem. Hubungan tersebut menciptakan suatu proses yang sistematis.
System lazimnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Suatu kesatuan bagian.
2. Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri.
3. Saling berhubungan dan ketergantungan.
4. Keseluruhan dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu (tujuan system).
5. Terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks.
1. Susunan kesatuan sila-sila pancasila yang bersifat organis.
Sila-sila Pancasila itu merupakan suatu kesatuan dan keutuhan yaitu setiap sila merupakan unsur (bagian yang mutlak) dari Pancasila. Maka Pancasila merupakan suatu kesatuan yang majemuk tunggal. Konsekuensinya setiap sila tidak dapat berdiri sendiri-sendiri terlepas dari sila-sila laninya serta di antara sila satu dan lainnya tidak saling bertentangan
2. Susunan pancasila yang bersifat hierarkhis dan berbantuk pyramidal.
Susunan Pancasila adalah hierarkhis dan berbentuk piramidal.
Pengertian matematis piramidal digunakan untuk menggambarkan hubungan hierarkhi sila-sila Pancasila dalam urut-urutan luas (kwan-titas) dan juga dalam hal isi sifatnya (kwalitas). Tentang susunan Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan, maka Pancasila memiliki susunan yang bersifat formal logis, baik dalam arti susunan sila-sila Pancasila maupun isi arti dari sila-sila Pancasila itu. Susunan kesatuan sila-sila Pancasila adalah bersifat hirarkis dan berbentuk piramidal.
Sifat hirarkis dan bentuk piramidal itu nampak dalam susunan Pancasila, di mana sila pertama Pancasila mendasari dan menjiwai keempat sila lainny, sila kedua didasari sila pertama dan mendasari serta menjiwai sila ketiga, keempat dan kelima, sila ketiga didasari dan dijiwai sila pertama dan kedua, serta mendasari dan menjiwai sila keempat dan kelima, sila keempat didasari dan dijiwai sila pertama, kedua dan ketiga, serta mendasari dan menjiwai sila kelma, sila kelima didasari dan dijiwai sila pertama, kedua, ketiga dan keempat
Dengan demikian susunan Pancasila memiliki sistem logis baik yang menyangkut kualitas maupun kuantitasnya

C. Kesatuan Sila-sila pancasila sebagai suatu sistem filsafat
Kesatuan Sila-sila pancasila pada hakikatnya bukanlah hanya merupakan kestuan yang bersifat formal logis saja namun juga meliputi kesatuan dasar ontologis,dasar epistemologis serta dasar aksiologis dari sila-sila pancasila.

1. Dasar Landasan Ontologis sila-sila pancasila
 Ontologi, menurut Aristoteles adalah ilmu yang meyelidiki hakikat sesuatu atau tentang ada, keberadaan atau eksistensi dan disamakan artinya dengan metafisika.
 Bidang ontologi menyelidiki tentang makna yang ada (eksistensi dan keberadaan) manusia, benda, alam semesta (kosmologi), metafisika.
 Secara ontologis, penyelidikan Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk mengetahui hakikat dasar dari sila-sila Pancasila.
 Pancasila yang terdiri atas lima sila, setiap sila bukanlah merupakan asas yang berdiri sendiri-sendiri, malainkan memiliki satu kesatuan dasar ontologis.
 Dasar ontologis Pancasila pada hakikatnya adalah manusia, yang memiliki hakikat mutlak yaitu monopluralis, atau monodualis, karena itu juga disebut sebagai dasar antropologis. Subyek pendukung pokok dari sila-sila Pancasila adalah manusia. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa yang Berketuhan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta yang berkeadilan sosial pada hakikatnya adalah manusia.
 Sedangkan manusia sebagai pendukung pokok sila-sila Pancasila secara ontologis memiliki hal-hal yang mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga dan jiwa, jasmani dan rohani. Sifat kodrat manusia adalah sebagai makhluk individu dan makhluk sosial serta sebagai makhluk pribadi dan makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Maka secara hirarkis sila pertama mendasari dan menjiwai sila-sila Pancasila lainnya. (lihat Notonagoro, 1975: 53).
 Hubungan kesesuaian antara negara dan landasan sila-sila Pancasila adalah berupa hubungan sebab-akibat:
1. Negara sebagai pendukung hubungan, sedangkan Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil sebagai pokok pangkal hubungan.
2. Landasan sila-sila Pancasila yaitu Tuhan, manusia, satu, rakyat dan adil adalah sebagai sebab, dan negara adalah sebagai akibat.
2. Dasar Landasan Epistemologis Sila-sila Pancasila
 Epistemologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki asal, syarat, susunan, metode, dan validitas ilmu pengetahuan.
 Epistemologi meneliti sumber pengetahuan, proses dan syarat terjadinya pengetahuan, batas dan validitas ilmu pengetahuan.
 Epistemologi adalah ilmu tentang ilmu atau teori terjadinya ilmu atau science of science.
 Menurut Titus (1984:20) terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam epistemologi, yaitu:
1. Tentang sumber pengetahuan manusia;
2. Tentang teori kebenaran pengetahuan manusia;
3. Tentang watak pengetahuan manusia.
 Secara epistemologis kajian Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk mencari hakikat Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan.
 Pancasila sebagai sistem filsafat pada hakikatnya juga merupakan sistem pengetahuan. Ini berarti Pancasila telah menjadi suatu belief system, sistem cita-cita, menjadi suatu ideologi. Oleh karena itu Pancasila harus memiliki unsur rasionalitas terutama dalam kedudukannya sebagai sistem pengetahuan.
 Dasar epistemologis Pancasila pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan dengan dasar ontologisnya. Maka, dasar epistemologis Pancasila sangat berkaitan erat dengan konsep dasarnya tentang hakikat manusia.


3. Landasan Aksiologis Pancasila
 Sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki satu kesatuan dasar aksiologis, yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pada hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan. Aksiologi Pancasila mengandung arti bahwa kita membahas tentang filsafat nilai Pancasila.
 Istilah aksiologi berasal dari kata Yunani axios yang artinya nilai, manfaat, dan logos yang artinya pikiran, ilmu atau teori.
 Aksiologi adalah teori nilai, yaitu sesuatu yang diinginkan, disukai atau yang baik. Bidang yang diselidiki adalah hakikat nilai, kriteria nilai, dan kedudukan metafisika suatu nilai.
 Nilai (value dalam Inggris) berasal dari kata Latin valere yang artinya kuat, baik, berharga. Dalam kajian filsafat merujuk pada sesuatu yang sifatnya abstrak yang dapat diartikan sebagai “keberhargaan” (worth) atau “kebaikan” (goodness). Nilai itu sesuatu yang berguna. Nilai juga mengandung harapan akan sesuatu yang diinginkan.
 Nilai adalah suatu kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia (dictionary of sosiology an related science). Nilai itu suatu sifat atau kualitas yang melekat pada suatu obyek.
 Ada berbagai macam teori tentang nilai.
 Max Scheler mengemukakan bahwa nilai ada tingkatannya, dan dapat dikelompokkan menjadi empat tingkatan, yaitu:
1. Nilai-nilai kenikmatan: dalam tingkat ini terdapat nilai yang mengenakkan dan nilai yang tidak mengenakkan, yang menyebabkan orang senang atau menderita.
2. Nilai-nilai kehidupan: dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai yang penting dalam kehidupan, seperti kesejahteraan, keadilan, kesegaran.
3. Nilai-nilai kejiwaan: dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai kejiwaan (geistige werte) yang sama sekali tidak tergantung dari keadaan jasmani maupun lingkungan. Nilai-nilai semacam ini misalnya, keindahan, kebenaran, dan pengetahuan murni yang dicapai dalam filsafat.
4. Nilai-nilai kerokhanian: dalam tingkat ini terdapat moralitas nilai yang suci dan tidak suci. Nilai semacam ini terutama terdiri dari nilai-nilai pribadi. (Driyarkara, 1978)
 Walter G. Everet menggolongkan nilai-nilai manusia ke dalam delapan kelompok:
1. Nilai-nilai ekonomis: ditunjukkan oleh harga pasar dan meliputi semua benda yang dapat dibeli.
2. Nilai-nilai kejasmanian: membantu pada kesehatan, efisiensi dan keindahan dari kehidupan badan.
3. Nilai-nilai hiburan: nilai-nilai permainan dan waktu senggang yang dapat menyumbangkan pada pengayaan kehidupan.
4. Nilai-nilai sosial: berasal mula dari pelbagai bentuk perserikatan manusia.
5. Nilai-nilai watak: keseluruhan dari keutuhan kepribadian dan sosial yang diinginkan.
6. Nilai-nilai estetis: nilai-nilai keindahan dalam alam dan karya seni.
7. Nilai-nilai intelektual: nilai-nilai pengetahuan dan pengajaran kebenaran.
8. Nilai-nilai keagamaan
 Notonagoro membagi nilai menjadi tiga macam,, yaitu:
1. Nilai material, yaitu sesuatu yang berguna bagi manusia.
2. Nilai vital, yaitu sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat melaksanakana kegiatan atau aktivitas.
3. Nilai kerokhanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani yang dapat dibedakan menjadi empat macam:
1. Nilai kebenaran, yang bersumber pada akal (ratio, budi, cipta) manusia.
2. Nilai keindahan, atau nilai estetis, yang bersumber pada unsur perasaan (aesthetis, rasa) manusia.
3. Nilai kebaikan, atau nilai moral, yang bersumber pada unsur kehendak (will, karsa) manusia.
4. Nilai religius, yang merupakan nilai kerokhanian tertinggi dan mutlak. Nilai religius ini bersumber kepada kepercayaan atau keyakinan manusia.
 Dalam filsafat Pancasila, disebutkan ada tiga tingkatan nilai, yaitu nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praktis.
1. Nilai dasar, adalah asas-asas yang kita terima sebagai dalil yang bersifat mutlak, sebagai sesuatu yang benar atau tidak perlu dipertanyakan lagi. Nilai-nilai dasar dari Pancasila adalah nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan.
2. Nilai instrumental, adalah nilai yang berbentuk norma sosial dan norma hukum yang selanjutnya akan terkristalisasi dalam peraturan dan mekanisme lembaga-lembaga negara.
3. Nilai praksis, adalah nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam kenyataan. Nilai ini merupakan batu ujian apakah nilai dasar dan nilai instrumental itu benar-benar hidup dalam masyarakat.
 Nila-nilai dalam Pancasila termasuk nilai etik atau nilai moral merupakan nilai dasar yang mendasari nilai intrumental dan selanjutnya mendasari semua aktivitas kehidupan masyarakat, berbansa, dan bernegara.
 Secara aksiologis, bangsa Indonesia merupakan pendukung nilai-nilai Pancasila (subscriber of value Pancasila), yaitu bangsa yang berketuhanan, yang berkemanusiaan, yang berpersatuan, yang berkerakyatan dan berkeadilan sosial.
 Pengakuan, penerimaan dan pernghargaan atas nilai-nilai Pancasila itu nampak dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatan bangsa Indonesia sehingga mencerminkan sifat khas sebagai Manusia Indonesia

C. PANCASILA SEBAGAI NILAI DASAR FUNDAMENTAL BAGI NEGARA
REP. INDONESIA
1. Dasar Filosofi
Sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia pada hakikatnya merupakan suatu nilai – nilai yang bersifat sistematis, fundamental dan menyeluruh.
Dasar pemikiran yang filosofis yang terkandung dalam setiap sila, pancasila sebagai filsafat bangsa dan Negara mengandung makna bahwa dalam setiap aspek kehidupan kebangsaan , kemasyarakatan dan kenegaraan harus berdasarkan nilai – nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakayatan dan keadilan.
Nilai – nilai pancasila bersifat objektif dapat dijelaskan sbb :
1. rumusan dari sila – sila pancasila itu sendiri sebenarnya pada hakika maknanya yang terdalam menunjukan adanya sifat – sifat yang umum universal dan abstrak, karena merupakn suatu nilai.

2.inti nilai – nilai pancasila akan tetap ada sepanjang masa dalam kehidupan bangsa Indonesia dan mungkin juga pada bangsa lain baik dalam adap kebiasaan, kebudayaan, kenegaraan maupun dalam kehidupan keagamaan.
3.Pancasila yang terkandund di dalam UUD 1945, menurut ilmu hokum memenuhi syarat sebagai pokok kaidah yang fundamental Negara sehingga merupakan suatu sumber hokum positif di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar