Jumat, 06 Januari 2012

NIAT adalah pondasi dan penentu arah Kehidupan

NIAT sebagai pondasi dan penentu arah kehidupan   Niat adalah amaliah yang sangat penting dan menentukan di dalam kesuksesan sebuah aktivitas, baik yang berkenaan dengan aktivitas (mu'amalah) duniawi atau yang berhubungan dengan ibadah (ukhrawi) kepada Allah. Niat dapat membedakan satu kegiatan dari kegiatan lainnya, meninggikan suatu ibadah dari ibadah lainnya serta membedakannya dari kebiasaan. Niat juga dapat menentukan arah atau tujuan suatu kegiatan, ibadah dan kebiasaan, apakah arahnya benar atau salah. Allah berfirman : !$tBur (#ÿrâÉDé& žwÎ) (#r߉ç6÷èu‹Ï9 ©!$# tûüÅÁÎ=øƒèC ã&s! tûïÏe$!$# “Mereka tidak diperintah kecuali beribadah kepada Allah dengan ikhlas bagi-Nya karena agama…” (QS. Al-Bayyinah [98] : 5) Niat adalah perbuatan hati dan dasar tegaknya setiap amal. Mustahil orang beramal tanpa niat. Bahkan Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan pahala atas orang yang berniat dengan amal yang shalih sekalipun dia belum mengerjakannya. Rasulullah SAW bersabda : من هم بحسنة فلم يعمل بها كتبت حسنة.. "Barangsiapa berniat melakukan kebaikan, tapi belum jadi melaksanakan, maka baginya satu kebaikan...". Dan sabdanya: إنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إلَى مَا هَاجَرَ إلَيْهِ “Sesungguhnya setiap amalan hanyalah tergantung dengan niat-niatnya dan setiap orang hanya akan mendapatkan apa yang dia niatkan, maka barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya dan barangsiapa yang hijrahnya karena dunia yang hendak dia raih atau karena wanita yang hendak dia nikahi maka hijrahnya kepada apa yang dia hijrah kepadanya”. (HR. Bukhari-Muslim) Itulah tinggi dan mulianya niat, tentunya hati kita akan merasa miris menyaksikan fenomena kehidupan sosial saat ini, di antara contohnya adalah kebiasaan (budaya), para pencari kerjaan atau pemangku jabatan, pada saat memulai jabatannya ia  "membaca niat berbuka puasa". Sehingga, diawal jabatannya, ia berfikir untuk mengembalikan modal yang telah ia habiskan untuk memperoleh jabatannya tersebut. Selanjutnya, sebagai ungkapan terima kasih kepada orang-orang yang telah membantu atau memberikan jabatan kepadanya, ia berusaha menyelamatkan posisi mereka atau mengalihkan proyek-proyek penting kepada mereka. Akhirnya, sepanjang ia berkuasa, tidak sedikitpun terfikir olehnya kemakmuran rakyat yang telah memilih dan memberikan amanah kepadanya. Ironis memang, tapi itulah realita kehidupan yang harus kita hadapi. Sebagai seorang muslim yang dihadapannya ada al-Qur’an dan as-Sunnah, apakah kita telah berniat secara sempurna “ lillahi ta’ala” karena Allah semata? Ataukah justru kita mencampur adukkan antara niat dengan nafsu sehingga arah kehidupan semakin kabur tanpa makna? Hakekat Niat Niat adalah sesuatu yang paling rahasia tempatnya ada di dalam hati, niat selalu berbarengan dengan permulaan suatu kegiatan, misalnya niat wudhu dilakukan dipermulaan wudhu, niat shalat dilakukan di permulaan shalat, nait mandi dilakukan di permulaan mandi dan sekaligus membedakan antara mandi biasa dengan mandi wajib. Secara syar’i niat adalah penyerahan atau menunjukkan kegiatan hanya kepada Allah SWT. Dari sini berarti ada orang yang tidak punya niat dan ada orang yang punya niat, dari yang mempunyai niat ada yang arahnya benar dan ada yang arahnya salah. Dalam kehidupan ini, manusia mempunyai banyak kegiatan, pekerjaan dan ibadah yang merupakan tugas utamanya kepada Allah, jika ia adalah orang beriman maka harus mempunyai niat bukan hanya sekedar punya tetapi harus benar. Niat yang menentukan arah Gambaran niat dan arah kehidupan dapat kita peroleh dalam surat Al-Fatihah yang berdiri diatas beberapa sendi, sebagai berikut : 1. Pengenalan kepada Allah SWT, bahwa Allah adalah pencipta alam semesta dan penguasa hari pembalasan. Meskipun Allah memiliki kekuasaan secara mutlak terhadap semua makhluk-Nya akan tetapi Allah adalah dzat yang Maha Pengasih dan Penyayang. Makanya segala puji hanya milik Allah SWT. ÉOó¡Î0 «!$# Ç`»uH÷q§9$# ÉOŠÏm§9$# ÇÊÈ ß‰ôJysø9$# ¬! Å_Uu‘ šúüÏJn=»yèø9$# ÇËÈ   Ç`»uH÷q§9$# ÉOŠÏm§9$# ÇÌÈ   Niat dan arah kehidupan harus dibangun diatas tauhid, iman dan akidah yang benar. Allah sebagai Rabbun (pencipta dan pengatur) dari sini sifat rububiyyah hanya milik Allah dan milkiyyah atau kepemilikan juga milik Allah. Dan Allah mempunyai sifat-sifat yang sempurna dan mulia seperti Ar-Rahman, Ar-Rahiim, maha pengasih dan penyayang tauhid asma dan sifat. 2. Pengakuan bahwasanya hanya kepada Allah semua orang beribadah dan hanya kepada-Nya semua permintaan ditujukan. x‚$ ƒÎ) ߉ç7÷ètR y‚$ ƒÎ)ur ÚúüÏètGó¡nS ÇÎÈ   Tauhid ubudiyyah dan uluhiyyah ibadah mencakup segala macam kegiatan baik perkataan maupun pekerjaan anggota tubuh lainnya yang diarahkan untuk mencari ridha Allah SWT. sebagaimana firman-Nya : ö@è% ¨bÎ) ’ÎAŸx|¹ ’Å5Ý¡èSur y“$u‹øtxCur †ÎA$yJtBur ¬! Éb>u‘ tûüÏHs>»yèø9$# ÇÊÏËÈ   “Katakan: sesungguhnya shalatku, aktivitasku, hidupku dan matiku, hanya untuk Allah tuhan semesta alam.” (QS. Al-An’am [6] : 162). Maka dari itu, permintaan atau doa harus ditujukan hanya kepada Allah semata. Allah maha mengabulkan doa permintaan yang ditujukan kepada makhluk Allah baik benda mati, hidup, nyata, atau gaib dengan penuh pengetahuan dan kesadaran itu termasuk arah hidup yang salah karena semuanya adalah makhluk ciptaan Allah SWT. Demikianlah janji Allah, bagi hamba-hamba-Nya yang meminta kecuali Dia-lah yang akan mengabulkan doa-doa yang dipanjatkan hanya kepada-Nya : tA$s%ur ãNà6š/u‘ þ’ÎTqãã÷Š$# ó=ÉftGó™r& ö/ä3s9 4 3. Penuh semangat untuk mencari jalan keridhaan Allah yang benar, shiraatal mustaqiim. xÞºuŽÅÀ tûïÏ%©!$# |MôJyè÷Rr& öNÎgø‹n=tã ÎŽöxî ÅUqàÒøóyJø9$# óOÎgø‹n=tæ Ÿwur tûüÏj9!$žÒ9$# ÇÐÈ   Arah yang benar inilah arah yang di tempuh dan dijalani mereka yang diberi nikmat oleh Allah SWT dari para Nabi, syuhada (orang-orang yang mati di jalan Allah), shidiqqiin (orang-orang yang benar) dan shalihiin (orang-orang yang shalih). Dan dengan mereka kita diperintah agar mencontoh dan mengikutinya. Sebaliknya, kita dituntut untuk menghindari arah kehidupan yang menyimpang dari yang telah dicontohkan oleh Rasulullah dan telah ditetapkan dalam al-Qur’an. Selanjutnya, jika kita amati dalam realita kehidupan ini, maka kita akan mendapatkan kedua arah tersebut ada dan nampak bahkan aktif dalam membangun jaringan serta menjalankan program-programnya sehingga tidak sedikit orang yang terkecoh dengan fenomena. Sesuatu yang sebenarnya termasuk arah yang salah namun karena semangat untuk mendapatkan tempat dan peran di muka bumi maka segala macam cara ditempuh hingga bisa menyembunyikan aslinya dan tertariklah kebanyakan orang yang kurang mengetahui. Dalam hubungan ini maka dalam menentukan arah kehidupan banyak syira’ (pertarungan) dan tarik ulur, disinilah pentingnya membangun niat dan arah kehidupan yang benar. Wallahu a’lam bishshawab.                

Tidak ada komentar:

Posting Komentar