Sabtu, 28 Januari 2012

Syukur

Syukur   Setiap detik berdetak, kita tiada pernah terlepas dari nikmat-Nya dan setiap helaan nafas, senantiasa ada nikmat yang tidak akan pernah kita mampu menghitungnya, meski pohon-pohon menjadi penanya dan air laut menjadi tintanya. Firman Allah : Nä39s?#uäur `ÏiB Èe@à2 $tB çnqßJçGø9r'y™ 4 bÎ)ur (#r‘‰ãès? |MyJ÷èÏR «!$# Ÿw !$ydqÝÁøtéB 3 žcÎ) z`»|¡SM}$# ×Pqè=sàs9 Ö‘$¤ÿŸ2 ÇÌÍÈ   "Dan dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (QS. Ibrahim [14] : 34) Demikianlah, Allah dengan segala kemahakuasaan-Nya, memberikan segala kebutuhan hamba-Nya. Meski seringkali, tidak sesuai dengan apa yang kita minta. Sehingga, dengan sedikit rasa kesal kita pun berusaha mengingkarinya. Realita ini, telah disebutkan oleh Allah dalam al-Qur’an sebagaimana firman-Nya dalam surat An-Nahl ayat 112 : z>uŽŸÑur ª!$# WxsWtB Zptƒös% ôMtR$Ÿ2 ZpoYÏB#uä Zp¨ZͳyJôÜ•B $yg‹Ï?ù'tƒ $ygè%ø—Í‘ #Y‰xîu‘ `ÏiB Èe@ä. 5b%s3tB ôNtxÿx6sù ÉOãè÷Rr'Î/ «!$# $ygs%ºsŒr'sù ª!$# }¨$t6Ï9 Æíqàfø9$# Å$öqy‚ø9$#ur $yJÎ/ (#qçR$Ÿ2 šcqãèuZóÁtƒ ÇÊÊËÈ   "Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; Karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat”. Realitanya, perumpamaan ini telah berulang kali terjadi, semenjak umat-umat yang hidup bersama nabi dan rasul terdahulu. Kemuliaan hidup dan kemegahan perabotan yang mereka miliki, tidak lantas menjadikan mereka bersyukur, akan tetapi justru membutakan mata hati yang berujung kepada sikap kufur sehingga mengakibatkan murka Allah SWT, sebagaimana firman-Nya : ö/x.ur $uZõ3n=÷dr& Nßgn=ö6s% `ÏiB Abös% öNèd ß`|¡ômr& $ZW»rOr& $ZƒöäÍ‘ur ÇÐÍÈ   "Berapa banyak umat yang telah kami binasakan sebelum mereka, sedang mereka adalah lebih bagus alat rumah tangganya dan lebih sedap di pandang mata". (QS. Maryam [19] : 74). Makna Syukur Kata “syukur” dalam berbagai bentuknya, disebutkan sebanyak 75 kali di dalam al-Qur’an. Kata syukur merupakan kata serapan dari bahasa Arab sebagai bentuk masdar “sukrun” (شُكْرٌ) dari kata kerja “syakarâ-yasykuru” ( شَكَرَ- يَشْكُرُ) yang berarti pujian atas kebaikan atau terpenuhinya sesuatu. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata syukur diartikan sebagai rasa terima kasih kepada Allah, dan untunglah (menyatakan lega, senang, dan sebagainya). Sementara itu, dalam bahasa keseharian masyarakat awam, kita sering menggunakan kata syukur sebagai bentuk dari ekspresi kegembiraan atas pemberian ataupun anugerah yang diterima, baik yang diterima langsung dari Allah ataupun yang datang melalui perantara manusia, sehingga istilah itu kemudian berkembang dan identik dengan nama sebuah acara, seperti syukuran atau tasyakuran. Ahmad Ibnu Faris dalam bukunya Maqayis Al-Lughah menyebutkan empat arti dasar dari kata syukur yaitu; pertama, pujian karena adanya kebaikan yang diperoleh, yakni merasa ridha dan puas sekalipun hanya sedikit, di dalam hal ini para pakar bahasa menggunakan kata syukur untuk kuda yang gemuk namun hanya membutuhkan sedikit rumput; kedua, kepenuhan dan kelebatan seperti pohon yang tumbuh subur dilukiskan dengan kalimat “syakarat asy-syajarah” (شكرة الشجرة) ; ketiga, sesuatu yang tumbuh di tangkai pohon (parasit); keempat, pernikahan atau alat kelamin. Makna dasar tersebut dapat juga diartikan sebagai penyebab dan dampaknya, sehingga kata “syukur” mengisyaratkan “siapa yang ridha dengan sesuatu yang sedikit, maka ia akan memperoleh sesuatu yang banyak, lebat dan subur”. Menurut al-Isfahani dalam bukunya Al-Mufradat fii Gharaib al-Qur’an menuliskan bahwa kata syukur mengandung arti gambaran dalam benak tentang nikmat dan menampakkannya ke permukaan. Dalam konteks ini, syukur dimaknai sebagai hati yang terbuka karena menyadari nikmat Allah yang telah diterimanya. Sebaliknya mereka yang mengingkarinya dikatakan sebagai kufur (menutupi nikmat yang telah diterima) Cara bersyukur Ada banyak cara untuk mengekspresikan rasa syukur. Bahkan tidak jarang di suatu daerah tertentu telah menjadi sebuah budaya, tradisi ataupun ritual yang diwariskan secara turun-temurun. Meski, terkadang kita juga menyaksikan adanya sedikit penyimpangan ketika kita pandang dari sisi Syariah. Maka, sebagai seorang muslim, yang ditangannya ada al-Qur’an dan as-Sunnah, tidak pantas kiranya, kita sekonyong-konyong menjustifikasi bahwa yang mereka lakukan adalah sesat, karena pada dasarnya tuduhan-tuduhan itu hanya akan menjauhkan jarak antara sesama muslim, menorehkan luka di hati, yang akhirnya menimbulkan konflik horizontal yang tiada berkesudahan. Alangkah baiknya kalau kita memberikan alternative kegiatan yang lebih menonjolkan nuansa keislaman dan mengikis sedikit demi sedikit unsur-unsur yang kita nilai bertentangan dengan al-Qur’an dan as-Sunnah. Diantara amaliah sebagai ungkapan ekspresi kesyukuran, dapat kita realisasikan dalam tiga bentuk, sebagai berikut : Pertama, bersyukur dengan hati, yaitu mengakui dan menyadari sepenuhnya bahwa segala nikmat yang diperoleh adalah berasal dari Allah SWT dan tak ada seorangpun selain Allah SWT yang dapat memberikan nikmat itu. Sebab, hati adalah central dari semua sikap dan perilaku, dan syukur turut melekat dan tumbuh di dalamnya. Untuk mengetes apakah hati kita telah dipenuhi rasa syukur, maka perhatikan apa yang bergejolak dalam hati kita, ketika tetangga membeli mobil baru. Jika hati kita merasa nyaman, lapang, dan turut berbahagia, maka berarti kita telah bersyukur, akan tetapi kalau hati kita merasa tidak nyaman, dada terasa sempit, timbul iri, dan muncul buruk sangka kepadanya, maka berarti hati kita masih belum bersyukur. Kedua, bersyukur dengan lisan, yaitu mengucapkan secara jelas ungkapan rasa syukur itu dengan kalimat "al-hamdulillah" (segala puji bagi Allah), setiap kali kita menerima anugrah dan nikmat dari Allah. Dalam hal ini, perlu adanya pembiasaan terutama semenjak masa anak-anak. Karena syukur adalah merupakan sikap yang tidak dapat tumbuh begitu saja. Perlu proses pembelajaran yang lama dan lingkungan kondusif yang mendukungnya. Ketiga, bersyukur dengan amal perbuatan, yaitu memberdayakan anggota tubuh untuk hal-hal yang baik dan memanfaatkan nikmat tersebut sesuai dengan Syariat Islam. Dalam hal ini, banyak sekali aktivitas yang dapat kita lakukan. Bagi mereka yang diberikan kelebihan harta, maka sebagai bentuk kesyukurannya adalah dengan berinfak, bersedekah, berzakat kepada orang-orang fakir dan dhuafa yang membutuhkan, membangun tempat ibadah, dan menghidupkan lembaga-lembaga sosial; bagi mereka yang memiliki waktu senggang, maka, selazimnya memperbanyak membaca al-Qur’an dan menghafalkannya, serta bersilaturahim; bagi mereka yang diberikan jabatan dan kekuasaan, maka selazimnya menggunakan kekuasaannya untuk kepentingan rakyatnya. Bagi mereka yang diberikan keluasan ilmu dan pengetahuan, maka sebagai bentuk kesyukurannya adalah dengan cara mengamalkan ilmu yang mereka miliki, menjadi juru penerang yang bijaksana bagi diri sendiri dan orang lain. Demikianlah, syukur atas nikmat Allah adalah sebagai bentuk penghargaan kepada diri sendiri, karena meskipun kita mengingkarinya hal ini tidak mengurangi sedikitpun kemahabesaran Allah. Sebagaimana firman-Nya: `tBur öà6ô±tƒ $yJ¯RÎ*sù ãä3ô±o„ ¾ÏmÅ¡øÿuZÏ9 ( `tBur txÿx. ¨bÎ*sù ©!$# ;ÓÍ_xî Ó‰‹ÏJym ÇÊËÈ   “…dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji." (QS. Luqman [31] : 12) Maka, dalam setiap tindakan yang kita lakukan mengandung konsekwensi yang harus kita terima dan pertanggungjawabkan. Ketika datangya sebuah nikmat menjadikan kita bersyukur, maka secara otomatis Allah akan menambakan nikmat-Nya. Akan tetapi, ketika nikmat yang telah diberikan justru menjadikan lupa diri dan melupakan Allah, maka sebagai konsekwensinya adalah dicabutnya nikmat tersebut oleh Allah (QS. Ibrahim [14] : 7). Wallahu a’lam bishshawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar