Selasa, 20 Desember 2011

Toleransi

Toleransi   Alam ini dengan seluruh kehidupannya termasuk manusia secara khusus, sejak semula beragam dimensinya. Keanekaragaman inilah yang memunculkan hukum, kaedah, rumusan dan pengetahuan serta manfaat besar dalam kehidupan. Termasuk menjadi pendorong agar manusia menggunakan akalnya untuk berfikir, berkreasi dan berinovasi dalam rangka membangun frame tata kelola kehidupan individu, ber masyarakat dan menjaga kestabilan alam agar tetap bersinergi dengan bagian-bagiannya sehingga tercipta kedamaian dan kemakmuran di muka bumi. Sebagaimana firman-Nya : ومن آياته خلق السماوات والارض واختلاف ألسنتكم وألوانكم ان في ذلك لايات للعالمين "Dan termasuk tanda kebesaran-Nya penciptaan langit dan bumi, anekaragam bahasa dan warna kulit, yang demikian sungguh menjadi peringatan bagi alam dan para ilmuwan" (QS. Ar-Ruum [30] : 22). Selanjutnya, keberagaman bentuk yang diciptakan oleh Allah merupakan sebuah fakta kehidupan yang tidak dapat dipungkiri oleh siapapun dan sampai kapanpun. Sebagaimana Allah telah menciptakan manusia dalam bentuk laki-laki dan perempuan dengan beragam bangsa dan suku dalam rangka untuk saling berta’aruf, mengenal dan memahami antara satu dengan lainnya sebagai sarana siapakah pelaku sejarah yang kelak akan dimulyakan oleh Allah. Dalam hal ini Allah berfirman : يا أيها الناس أنا خلقناكم من ذكر وأنثى وجعلناكم شعوبا وقبائل لتعارفوا ان أكرمكم عند الله اتقاكم. ان الله عليم خبير "Wahai manusia Aku ciptakan kalian dalam bentuk laki-laki dan perempuan, beragam bangsa dan beragam suku agar kalian saling mengenali, sungguh yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertakwa. Sungguh Allah maha dalam dan luas pengetahuan-Nya". (QS. A-Hujurat [49] : 13) Jadi kehidupan riil, nyata dan lahir adalah beragam, bervariasi dan berbeda beda.  Tapi, adakah keragaman dalam hal fitrah dan ideologi? Lalu bagaimana memanfaatkan fakta kehidupan nyata yang beragam? Serta apa makna toleransi dan di mana wilayahnya?. Untuk menjawab pertanyaan diatas, coba kita renungkan ayat berikut : وإذ أخذ ربك من بني ادم من ظهورهم ذريتهم واشهدهم على انفسهم الست بربكم قلوا بلى شهدنا ان تقولوا يوم القيامة أنا كنا عن هذا غافلين “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)", (QS. Al-A’raf [7] : 172) Untuk lebih memperkuat ayat diatas alangkah baiknya, kita renungkan hadits Rasulullah SAW berikut ini : كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ. "Setiap bayi lahir, maka lahir dalam keadaan fitrah, suci dan siap di bentuk..." (HR. Bukhari) Dalam ayat diatas, dengan tegas Allah menjelaskan bahwa setiap manusia jauh sebelum diciptakan menjadi manusia, di alam ruh Allah telah mengenalkan mereka tentang diriNya sebagai Rob (Tuhan) mereka, dan mereka menyambutnya. Lalu Rasul SAW dalam hadist menjelaskan bahwa setiap bayi yang terlahir di muka bumi ini adalah suci dan telah bersaksi kepada jiwanya bahwa Allah adalah Tuhannya. Inilah hal yang paling essensi dalam kehidupan manusia, meski terlahir dalam berbagai warna kulit dan suku yang beragam akan tetapi pada dasarnya manusia hanya memiliki satu ilah yaitu Allah, jadi tidak ada keragaman dalam masalah fitrah dan akidah. Termasuk syari'at (aturan) samawi (yang bersumber dari wahyu) yang di bawa para Rasul inti akidahnya sama sekali tidak beragam.  Meski cara mengenal Allah  dan ritualitas serta sarana berkehidupan dari masa kemasa pasti beragam dan berbeda-beda sebagaimana tersebut.  Maka, disinilah wilayah toleransi itu harus ada dan diperlukan sebagai jawaban atas fakta kehidupan yang beragam ini. Makna Toleransi Toleransi atau dalam bahasa Arab disebut sebagai as-samahah adalah konsep modern dan moderat وكذلك جعلناكم أمة وسطا  (demikianlah..) modern berarti maju, Moderat berarti tengah ( ada sebelah kanan dan ada sebelah kiri), suatu posis strategies dan jelas. Dalam Kehidupan nyata  menggambarkan kemampuan memainkan dan memerankan sikap saling menghormati dan saling bekerjasama di antara kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda baik secara etnis, bahasa, budaya, politik, maupun agama. Toleransi dalam konteks sosial, budaya dan agama yang berarti sikap dan perbuatan yang melarang adanya diskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang berbeda atau tidak dapat diterima oleh mayoritas dalam suatu masyarakat. Contohnya adalah toleransi beragama, dimana penganut mayoritas dalam suatu masyarakat mengizinkan keberadaan agama-agama lainnya. Istilah toleransi juga digunakan dengan menggunakan definisi "kelompok" yang lebih luas, misalnya partai politik, orientasi seksual, organisasi masyarakat (ormas), lembaga social masyarakat (LSM), Yayasan, forum, majelis, dan berbagai macam organisasi masyarakat lain yang bersifat massive atau yang berbasis massa. Islam dan Toleransi Toleransi dalam Islam adalah otentik dan telah menjadi jati diri. Al-Qur’an telah menjamin bahwa tidak ada paksaan dalam agama (QS. Al-Baqarah [2]: 256). Karena pemaksaan kehendak kepada orang lain untuk mengikuti agama kita adalah bukan sikap Islam. Sejarah peradaban Islam telah menghasilkan kegemilangan sehingga dicatat dalam tinta emas oleh sejarah peradaban dunia sampai hari ini dan insya Allah sampai pada masa yang akan datang. Menurut ajaran Islam, toleransi bukan saja terhadap sesama manusia, tetapi juga terhadap alam semesta, binatang, dan lingkungan hidup sebab Islam adalah rahmat bagi seluruh alam (QS. Al-Anbiya’ [21] : 107).  Dengan makna toleransi yang luas semacam ini, maka toleransi antar-umat beragama dalam Islam memperoleh perhatian penting dan serius. Apalagi toleransi beragama adalah masalah yang menyangkut eksistensi keyakinan manusia terhadap Allah. Masalah toleransi adalah merupakan masalah yang begitu sensitif, primordial, dan mudah membakar konflik sehingga menyedot perhatian besar dari Islam. Namun, toleransi beragama menurut Islam bukanlah untuk saling melebur dalam keyakinan. Bukan pula untuk saling bertukar keyakinan di antara kelompok-kelompok agama yang berbeda itu. Yang dimaksud dengan toleransi disini adalah dalam tataran interaksi social (hubungan antar sesama). Jadi, ada batas-batas bersama yang boleh dan tidak boleh dilanggar. Inilah esensi toleransi dimana masing-masing pihak diharapkan mampu mengendalikan diri dan menyediakan ruang untuk saling menghormati keunikannya masing-masing tanpa merasa terancam keyakinannya maupun hak-haknya. Sebagai bukti bahwa Islam telah mengenal toleransi, dapat kita temukan dalam al-Qur’an, surat Al-Kafirun yang merupakan surat Makkiyah, meskipun ada juga pendapat yang menyebutkan bahwa turun pada periode Madinah. Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyebutkan bahwa, surat Al-Kafirun adalah surat baraa’ (penolakan) terhadap seluruh amal ibadah yang dilakukan oleh orang-orang musyrik, dan memerintahkan agar kita ikhlas dalam setiap amal ibadah kita kepada Allah, tanpa ada sedikitpun campuran, baik dalam niat, tujuan maupun bentuk dan tata caranya. Karena setiap bentuk percampuran disini adalah sebuah kesyirikan, yang tertolak secara tegas dalam konsep akidah dan tauhid Islam yang murni. Meskipun pada dasarnya, kita diperbolehkan untuk berinteraksi dengan orang-orang kafir dalam berbagai bidang kehidupan umum, sebagai contoh ketika kita memiliki orang tua yang memaksa kita untuk menyekutukan Allah, maka sebagai sikap toleran kepada orang tua, kita diajarkan untuk tidak menuruti ajakan tersebut dengan cara yang sopan dan tetap mempergauli keduanya dengan baik (QS. Luqman [31]: 15) atau kita diajarkan untuk tetap berlaku baik dan berbuat adil kepada setiap anak Adam apapun agama dan keyakinannya selama mereka tidak memerangi akidah dan hal-hal yang berkenaan dengan keyakinan kita (QS. Al-Mumtahanah [60]: 8) Lebih lanjut disebutkan bahwa sebab turunnya (asbabun nuzul) surat Al-Kafirun adalah bahwa, setelah melakukan berbagai upaya untuk menghalang-halangi dakwah Islam, orang-orang kafir Quraisy akhirnya mengajak Rasulullah SAW berkompromi dengan mengajukan tawaran bahwa mereka bersedia menyembah Tuhan-nya Rasulullah SAW selama satu tahun jika Rasulullah SAW juga bersedia ikut menyembah tuhan-tuhan mereka selama satu tahun. Maka Allah sendiri yang langsung menjawab tawaran mereka itu dengan menurunkan surat ini (HR. Ath-Thabrani, Ibnu Jarir, dan Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas ra). Secara umum, surat al-Kafirun memiliki dua kandungan utama. Pertama, ikrar kemurnian tauhid, khususnya tauhid uluhiyah (ibadah). Kedua, ikrar penolakan terhadap semua bentuk dan praktek peribadatan kepada selain Allah, yang dilakukan oleh orang-orang kafir. Adapun sikap toleransi begitu kental terasa dalam akhir ayat yang mungkin telah juga familiar di telinga kita ”Lakum diinukum waliya diin” (bagimu agamamu dan bagiku agamaku) yang mengandung pengertian bahwa : 1. Secara umum Islam memberikan pengakuan terhadap realita keberadaan agama-agama lain dan penganut-penganutnya;  2. Islam membenarkan kaum muslimin untuk berinteraksi dengan ummat-ummat non muslim itu dalam bidang-bidang kehidupan umum selama tidak menyangkut keyakinan akidah, ritual ibadah dan hukum agama mereka.; 3. Islam memberikan ketegasan sikap ideologis berupa baraa’ (penolakan total) terhadap setiap bentuk kesyirikan akidah, ritual ibadah ataupun hukum, yang terdapat di dalam agama-agama lain; 4. Kaum muslimin dilarang keras ikut-ikutan penganut agama lain dalam keyakinan akidah, ritual ibadah dan ketentuan hukum agama mereka; Sebagai seorang muslim yang dihadapannya ada al-Qur’an dan as-Sunnah, kurang etis kiranya jika harus pergi jauh-jauh ke luar negeri bila hanya sekedar mencari bahan materi tentang toleransi dan pemecahan masalah konflik yang tengah marak terjadi. Bukankah Allah SWT dengan segala kemahakuasan-Nya telah menurunkan al-Qur’an sebagai pintu solusi? Demikianlah, toleransi telah menjadi salah satu doktrin Islam yang telah menjadi ciri khas dan kharakteristiknya yang tidak pernah mengajarkan segala bentuk terror dan intimidasi kepada sesama muslim bahkan kepada orang-orang non muslim sekalipun selama mereka tidak memerangi, memusuhi atau mencampuri akidah kita. Semoga kita termasuk orang-orang yang senantiasa komitmen untuk menjiwai sikap toleransi dan mengaplikasikannya dalam kehidupan bermasyarakat, berorganisasi, berbangsa dan bernegara sehingga seluruh elemen masyarakat merasa aman dan terlindungi di bawah naungan Islam yang mulia ini. Wallahu a’lam bishshawab.            

Tidak ada komentar:

Posting Komentar