Selasa, 20 Desember 2011

Kezhaaliman adalah kehancuran dan kebinasaan

Kezhaliman adalah kehancuran dan kebinasaan Dr. KH. Ali Akhmadi, MA, alhafizh   Sudah menjadi hukum alam (sunnatullah) bahwa kezhaliman akan mengantarkan kepada kehancuran dan kebinasaan. Banyak contoh dalam sejarah yang dapat kita jadikan ibrah dan pelajaran akibat kezhaliman yang dilakukan oleh manusia dengan tangan-tangan mereka. Secara beruntun buah kedhaliman mengantarkan kepada kesempitan hidup, permusuhan antar saudara, lembaga, organisasi hingga perang antar negara, bahkan mengakibatkan musnahnya sebuah bangsa dan peradaban. Kisah pembunuhan Habil oleh Qabil setidaknya dapat membuka mata kita akan perilaku zhalim yang dilakukan oleh anak Adam untuk pertama kalinya di muka bumi sebagaimana dapat kita baca dalam Al-Qur’an Surat Al-Maidah [5] ayat 27-31. Tidak berhenti sampai disini, kisah demi kisah terus-menerus menandai perilaku menyimpang sebagai wujud kezhaliman yang dilakukan oleh anak cucu Adam yang telah dicetak dalam tinta sejarah kelam kehidupan umat manusia. Allah telah menceritakannya dalam berbagai ayat dan surat dalam al-Qur’an sebagai bukti kemahabesaran-Nya, diantaranya; Kaum nabi Nuh yang ditenggelamkan dengan air bah karena enggan menyembah Allah (QS. Al-A’raf [7] : 59-64);  Kaum ‘Ad yang dibinasakan dengan datangnya angin topan yang dahsyat yang disertai bunyi gemuruh karena enggan meninggalkan kebiasaan buruk nenek moyang mereka yang menyembah berhala (QS. A’raf [7] : 65-72); Kaum Tsamud dihancurkan dengan dentuman yang menggelegar karena dengan sengaja membunuh onta nabi Shalih (QS. A’raf [7] : 73-79); Kaum Sadum dilenyapkan dari muka bumi dengan hujan batu karena mengingkari fitrah biologisnya (QS. A’raf [7] : 80-84); Kaum Madyan dihancurkan dengan awan panas yang disertai petir sebab mereka gemar mengurangi timbangan dan takaran (QS. A’raf [7] : 85-93); demikian juga Qarun yang ditenggelamkan ke perut bumi karena enggan bersedekah dan menginfakkan hartanya di jalan Allah (QS. Al-Qasas [27] : 76-81); dan juga Firaun beserta balatentaranya yang ditenggelamkan di laut karena enggan menerima kebenaran yang dibawa oleh nabi Musa (QS. Yunus [10] : 75-92) Bahkan sampai detik ini, ketika kita berbicara masalah kezhaliman, tentunya pikiran kita akan langsung tertuju kepada habit (kebiasaan) yang akhir-akhir ini berjangkit dan mewabah di masyarakat kita. Tentunya hati kita miris menyaksikannya sebab pelakunya boleh jadi saudara-saudara kita atau bahkan diri kita sendiri. Marilah kita simak dan perhatikan perilaku yang saat ini terjadi di sekitar kita, seperti; penggelapan pajak, manipulasi anggaran negara, pengalihan kasus, monopoli perdagangan, jual beli undang-undang, penggelembungan suara hasil pemilu, penghalalan riba, perbiaran judi dan prostitusi, berkembangnya gaya hidup hedonis, individulistis dan sikap kikir serta yang lebih parah lagi adalah munculnya perasaan bangga akan maksiyat yang telah dilakukan dan timbulnya rasa takut akan penerapan syariat Allah dan rasul-Nya.   Disadari atau tidak, inilah bentuk kezhaliman yang saat ini berkembang dan hampir-hampir menjadi budaya. Semua hal ini, ternyata tidak jauh berbeda dengan kezhaliman yang telah dilakukan oleh umat-umat terdahulu, akan tetapi yang berbeda hanyalah kemasannya saja. Sehingga kita sering tertipu dan terbawa untuk mencari solusi dari permasalahan tersebut ke tempat yang jauh sampai ke luar negeri yang menghabiskan dana dan energy. Padahal, bila kita jujur dan memahami hakikat tujuan hidup serta mau membuka al-Qur’an lantas mempelajarinya, maka akan kita dapati semua solusinya. Demikianlah dalam setiap periode kehidupan umat manusia, meski Allah telah mengutus seorang rasul atau nabi untuk memberikan peringatan kepada kaumnya akan tetapi diantara kaum tersebut tetap mendustakannya sehingga Allah menurunkan adzab-Nya dari tempat dan pada waktu yang tidak disangka-sangka (QS. A’raf [7] : 93). Bahkan, sampai detik ini, dapat kita saksikan bencana yang silih berganti melanda suatu masyarakat dan komunitas tentunya sebagai buah dari perilaku mereka yang menyimpang, sebagaimana firman Allah : tygsß ßŠ$|¡xÿø9$# ’Îû ÎhŽy9ø9$# ̍óst7ø9$#ur $yJÎ/ ôMt6|¡x. “ω÷ƒr& Ĩ$¨Z9$# Nßgs)ƒÉ‹ã‹Ï9 uÙ÷èt/ “Ï%©!$# (#qè=ÏHxå öNßg¯=yès9 tbqãèÅ_ötƒ ÇÍÊÈ   “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. (QS. Ar-Ruum [30] : 41) Ayat tersebut menggambarkan potret kehidupan manusia yang gemar berbuat kerusakan di muka bumi. Padahal bila kita cermati, bahwa setiap jengkal ciptaan Allah yang berada di tanah, di udara dan di laut adalah merupakan anugrah Allah agar dimanfaatkan demi keberlangsungan hidup manusia. Akan tetapi sudah menjadi tabiat manusia untuk berbuat kerusakan di atas muka bumi ini sebagaimana disampaikan para malaikat kepada Allah sebelum penciptaan manusia (QS. Al-Baqarah [2] : 30). Meski kemudian tidak semua manusia gemar berbuat kerusakan dan senang menumpahkan darah ketika mereka mengikuti petunjuk wahyu yang dibawa oleh para utusan Allah. Akan tetapi bagi mereka yang berpaling dari ketentuan Allah dan lebih senang mengikuti bujuk rayu syetan, maka mereka akan senang memperturutkan hawa nafsu sehingga kezhaliman pun terjadi dan effek dari kezhaliman pun tiada dapat tercegah. Maka dari itu, untuk mengantisipasi perbuatan ini agar tidak terus berkembang, Allah memperingatkan hamba-hamba-Nya dalam al-Qur’an, sebagaimana firman-Nya : Ÿxsù (#qßJÎ=ôàs? £`ÍkŽÏù öNà6|¡àÿRr& 4 “…maka janganlah menganiaya diri dalam bulan yang empat itu…,” (QS. At-Taubah [9] : 36) Dalam hal ini, Rasulullah SAW juga telah mewanti-wanti umatnya untuk berhati-hati dari perbuatan zhalim, sebagaimana sabdanya : اتَّقُوا الظُّلْمَ، فَإِنَّ الظُّلْمَ ظُلُمَاتِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَاتَّقُوا الشُّحَّ فَإِنَّ الشُّحَ أَهْلَكْ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ حَمَلَهُمْ عَلَى أَنْ سَفَكُوا دِمَاءَهُمْ وَاسْتَحْلُوا مَحَارِمَهُمْ ”Berhati-hatilah kamu dengan perbuatan zalim karena sesungguhnya kezaliman itu adalah suatu kegelapan di hari kiamat dan berhati-hatilah kamu dengan perbuatan kikir karena kekikiran itu telah menghancurkan orang-orang sebelum kamu sebelum kamu, sehingga mereka menumpahkan darah mereka dan merusak kehormatan mereka .” (HR. Muslim) Dalam hadits yang lain Rasulullah SAW bersabda : مَنْ ظَلَمَ قَيْدَ شِبْرٍ مِنَ الأَرْضِ طَوَّقَهُ مِنْ سَبْعِ أَرَضِينَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ “Barangsiapa berbuat menyimpang sejengkal tanah, maka akan disempitkan dengan tujuh bumi di hari kiamat” (HR. Ibn Hibban)   Hakekat Zhalim Kata “zhalim” merupakan bahasa Arab yang telah umum digunakan dalam masyarakat kita yang bisa dimaknai “meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya” atau dalam kata asalnya yang lain bisa bermakna kejahatan, melampaui batas, atau menyimpang dari keseimbangan. Dari makna diatas, maka dapat kita gambarkan bahwa zhalim atau yang lebih lazim disebut sebagai kezhaliman merupakan bentuk kemungkaran karena telah berpaling dari ketentuan yang seharusnya berlaku dan dipatuhi oleh umat manusia. Dan dapat dimaknai bahwa pelaku zhalim adalah orang-orang yang tersesat dari jalan kebenaran sebab mereka mendapati diri mereka di dalam kegelapan tanpa cahaya yang menerangi. Dengan demikian perbuatan zhalim adalah merupakan suatu bentuk perbuatan yang menyebabkan kesengsaraan bagi para pelukanya sebab akan semakin membutakan mata hatinya sehingga akan menjatuhkan nilai dan derajat kemanusiaannya. Disamping itu, efek dari perbuatan zhalim ini juga akan menimbulkan keresahan dan kesengsaraan masyarakat secara luas.   Menghindarkan diri dari berbuat zhalim Sebagai seorang muslim, tidak pantaslah kiranya untuk menzhalimi diri sendiri karena hal ini bertentangan dengan naluri dan fitrah sebagai seorang manusia yang suci, apalagi di hadapan kita ada Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW yang akan mengarahkan hidup kita. Maka dari itu, selagi masih kita masih diberikan kesempatan menikmati hidup di muka bumi ini sebagai seorang muslim, sudah sepantasnya kita untuk menghindarkan diri dari perbuatan yang akan menyesatkan diri kita dan menyengsarakan orang lain, alangkah baiknya kalau kita melakukan hal-hal berikut ini : 1. Menghindari dari perbuatan yang mengarah kepada perbuatan yang menyekutukan Allah; 2. Meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah, dengan cara meningkatkan intesitas bangun bangun malam dengan bertahajjud, memperbanyak berdzikir, memperbanya tilawah al-Qur’an, mengerjakan shaum sunnah, seperti; puasa senin-kamis, puasa ayyamul baith (puasa tengah bulan); 3. Membudayakan sikap  tawadhu‘ (rendah hati) dan berusaha melepaskan diri dari sifat hasad dan hasud, iri dan dengki, bakhil dan pelit serta sifat-sifat tercela yang lain; 4. Berlaku adil kepada sesama, memberikan hak orang lain sesuai haknya, tidak mengurangi timbangan dan takaran dalam urusan bisnis dan perdagangan; 5. Membudayakan infak dan sedekah di pagi hari sebelum kita mulai beraktivitas. Akhirnya, marilah kita berupaya untuk meningkatkan produktivitas amal shalih selagi kita masih diberikan kesempatan menghirup udara segar di salah satu bulan haram ini. Semoga kita menjadi pribadi yang “shalih dan muslihun lighairihi” yang mampu menempatkan sesuatu pada tempatnya dan mampu beramal sesuai dengan tuntunan yang benar, serta mampu memberi manfaat bagi orang lain. Amin Yaa Rabbal Alamin.    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar